Kamis, 20 Maret 2014

TOPENG MALANG BERTAHAN DENGAN HARAP TAK PASTI

Mengenal Berbagai Sastra Pertunjukan di Indonesia
Kekayaan sastra pertunjukan di negeri kita sangat beragam. Berbagai jenis sastra pertunjukan yang pada akhirnya menjelma menjadi seni pertunjukan, demikian inilah yang dipahami dan dikenal oleh masyarakat. Sejatinya, sastra pertunjukan dengan seni pertunjukan itu sendiri memiliki perbedaan yang tipis. Namun pada hakekatnya, keduanya tetap memiliki fungsi dan tujuan yang sama yaitu mempertontonkan sesuatu kepada khalayak. Perbedaanya, bila kita merujuk suatu pertunjukan itu sebagai sastra pertunjukan, harus ada unsur tekstual didalamnya, baik itu lisan maupun tulisan. Adapun yang disebut “teks” dalam sastra pertunjukan adalah keutuhan dari apa yang disajikan, tidak harus berupa naskah, skenario, atau sesuatu yang tertulis di atas kertas. Jadi, kesatuan keseluruhan dari pertunjukan itu adalah “teks” yang akan kita kaji dari segala aspeknya.
Kita mengenal beragam sastra pertunjukan di negeri kita ini. Ada yang tradisi dan ada pula yang modern. Perkembangan keduanya pun memiliki jalan yang berbeda pula. Sastra pertunjukan modern seperti teater, pembacaan puisi, pementasan drama, banyak didominasi oleh pengaruh pergerakan kaum muda. Sedangkan pertujukan modern seperti Ludruk, Ketoprak, Wayang, lebih didominasi oleh generasi tua. Dalam bahasan ini, kita kerucutkan pembahasan  mengenai sastra pertunjukan tradisional.
Tumbuh kembang sastra pertunjukan tradisional memang terkesan lambat berjalan. Beberapa diantaranya mampu bertahan hingga merangkul pada generasi muda seperti Lenong (Jakarta), Ludruk (Jawa Timur), Gelipang(Probolinggo), Wayang Kulit(Jawa Tengah), dan sebagainya. Para penikmat dan peminat dari pertunjukan ini masih tergolong cukup banyak. Disamping pertunjukannya yang memang memiliki ciri khas tersendiri, sebagai prospek kerja juga cukup menjanjikan.  Namun, sebagian lagi bisa dikatakan sedang mengalami kondisi yang kritis.
Sekilas Mengenai Wayang Topeng Malang
  1. 1.     Sejarah
Kesenian Wayang Topeng Malang tentunya tidak muncul begitu saja. Ada tahap demi tahap yang terangkai sampai akhirnya terbentuklah kesenian Wayang Topeng Malang seperti yang kita lihat saat ini. Sejarah Wayang Topeng Malang tentunya tak bisa dilepaskan dari unsureunsur pendukung yang ada di dalamnya yaitu, penggunaan topeng, kemunculannya hingga terbentuklah sebuah sastra pertunjukan Wayang Topeng Malang, dan cerita yang diangkat.

  1. a.     Asal Mula Penggunaan Topeng

Topeng berkembang dari masa ke masa baik dari segi fungsi, karakter, ataupun teknik pembuatannya. Yang kita kenal sekarang, topeng merupakan salah satu atribut atau aksesoris yang sering dipakai oleh penari atau digunakan oleh seoran aktor. Akan tetapi, bila merujuk pada sejarahnya, sesungguhnya topeng pada mula keminculannya memiliki fungsi yang sakral.
“Dalam catatan sejarah, topeng telah dikenal semenjak zaman kerajaan tertua di Jatim yaitu Kerajaan Gajayana (760 Masehi) yang berlokasi di sekitar kota Malang. Tepatnya, kesenian ini telah muncul sejak zaman Mpu Sendok. Saat itu, topeng pertama terbuat dari emas, dikenal dengan istilah puspo sariro (bunga dari hati yang paling dalam) dan merupakan simbol pemujaan Raja Gajayana terhadap arwah ayahandanya, Dewa Sima.”( http://www.liputan6.com)
Betapa pentingnya keberadaan sebuah topeng pada masa itu. Bahan pembuatannya yang berupa emas, serta pemberian istilah “puspo sariro”, kiranya cukup menunjukkan betapa berharga nya keberadaan sebuah topeng pada masa itu. Seiring perkembangan jaman, perlahan-lahan topeng pun beralih fungsi menjadi kesenian tari, tepatnya pada masa Raja Erlangga sebagaimana dikutip dari tulisan Paring Priyo Utomo dalam averroes.or.id berikut ini.

“Wayang Topeng Malangan merupakan tradisi kultural dan religiusitas masyarakat Jawa semenjak Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh Raja Gajayana semasa abad ke 8 M. Namun topeng masa itu dalam penuturan Karimun (82 tahun) tidak diperuntukkan acara acara  kesenian seperti sekarang ini. Topeng waktu itu yang terbuat dari batu adalah bagian dari acara persembahyangan. Barulah pada masa Raja Erlangga, topeng dikontruksi menjadi kesenian tari. Topeng digunakan menari waktu itu untuk mendukung fleksibilitas si penari. Sebab waktu itu sulit untuk mendapatkan riasan (make up), untuk mempermudah riasan, maka para penari tinggal mengenakan topeng di mukanya, ujar Karimun.” (Priyo Utomo. averroes.or.id)
Dapat kita ketahui bahwa pengalihan fungsi topeng dari yang bersifat religi ke dalam kesenian adalah karena belum adanya alat dan bahan untuk make-up seperti yang digunakan oleh penari pada masa sekarang. Maka, untuk kemudahan, dibuatlah topeng untuk menutup wajah si penari tersebut. Hingga saat ini, penggunaan topeng oleh para penari masih sering kita jumpai walaupun penggunaannya bukan lagi didasarkan fleksibilitas penari. Tarian-tarian dengan menggunakan topeng, biasanya menuntut penari agar bias membawakan karakter sesuai dengan karakter topeng yang dipakai. Contohnya pada tari Topeng Bapang yang merupakan topeng khas dari Malang. Tari Topeng Bapang diangkat dari tokoh dalam wayang topeng Malang bernama Bapang Jaya Sentika yang berasal dari Kerajaan Banjarsari(Sabrang). Penari harus mampu menggambarkan ksatria yang gagah berani, tetapi mempunyai watak yang brangasan dan ugal-ugalan sesuai dengan hidungnya yang panjang dan topengnya yang berwarna merah.

Topeng Malang
Topeng yang berkembang di Malang memiliki ciri khas tersendiri dibanding topeng yang berasal dari daerah lain. Berikut ciri khas topeng Malang (dikutip dengan beberapa perubahan dari Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara I Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1991 / 1992, hal : 252).

  1. 1.     Bentuk Hidung
Karakter topeng Malang salah satunya diwujudkan dalam bentuk hidung. Bentuk hidung seperti pagot (pisau alat pengukir) kecil mencerminkan watak lembut. Bila menyerupai pagot ukuran sedang atau menyerupai ujung parang mencerminkan tokoh yang gagah berani. Sedang hidung pesek, kecil menunjukan watak penuh pengabdian, biasanya untuk tokoh punakawan.
  1. 2.     Bentuk Mata
Mata topeng berbentuk butir padi menunjukan tokoh jujur, sabar, lembut, gesit, dan perwira. Berbentuk seperti biji kedelai menunjukan tokoh perwira, tangkas, pemberang, gagah berani yang biasanya terdapat pada tokoh satria. Bentuk mata yang mentheleng (membelalak) menunjukan tokoh yang pantang mundur, gagah berani. Bila topeng bermata besar dan melotot menunjukan watak gagah perkasa, keji, angkara murka, dan sebagainya.
  1. 3.     Bentuk Bibir atau Mulut
Bibir atau mulut juga meunjukan karakter tokoh – tokoh, antara lain bibir tekatup menunjukan tokoh berwatak gagah berani, sedikit terbuka menunjukan watak watak lembut dan luhur budi. Topeng berbibir terbuka dengan deretan gigi menunjukan tokoh berwatak sok gagah, sok berani. Mulut topeng terbuka lebar, gigi tampak, kadang – kadang bertaring menunjukan watak galak yang angkara murka.
  1. 4.     Warna Topeng
Warna juga dimaksudkan untuk mengambarkan karakter tokoh. Warna merah menunjukan tokoh berwatak angkara, jahat, berani. Merah jambu menggambarkan tokoh yang keras hati, warna biru tua menunjukan tokoh dengan kekuatan magis, biru telur menunjukan tokoh baik hati, putih menunjukan kesucian, dan hitam menggambarkan tokoh yang bijak dan teguh.

  1. b.     Cerita yang diangkat
Karena wilayah Jawa waktu itu adalah area berkembangnya Agama Hindu yang datang dari India, maka cerita cerita wayang, termasuk wayang topeng juga mengambil cerita cerita dari India, seperti kisah kisah Mahabarata dan Ramayana. A Barulah pada masa kekuasaan Kertanegara di Singasari, wayang topeng ceritanya digantikan dengan cerita cerita Panji. Hal ini dapat dipahami ketika Kertanagera waktu itu menginginkan Singasari menjadi kekuasaan yang sangat besar ditanah Jawa. Panji yang didalamnya mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran kesatria kesatria Jawa, terutama masa Jenggala dan Kediri merupakan usaha dari Singasari untuk menandingi cerita versi wayang purwo yang mengisahkan cerita cerita India. Perlu dicatat bahwa Sangasari adalah kekuasaan yang mengembangkan semangat kolonialisasi, mereka bahkan mengembangkan wilayah kekuasaannya hingga ke Kalimantan, dan Melayu. Cerita Panji dimunculkan sebagai identitas kebesaran raja raja yang pernah berkuasa ditanah Jawa. Cerita cerita Panji yang direkonstruksi oleh Singasari adalah suatu kebutuhan untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang mulai berkembang. Namun begitu, cerita panji dalam wayang topeng memang menjadi berdebatan serius dikalangan ahli sejarah. Sebagian kalangan sejarawan, diantaranya Habib Mustopo, Guru Besar Universitas Negeri Malang mensinyalir bahwa cerita panji hanya mitos yang dibuat untuk menandingi dominasi wayang purwo, sebab dalam sumber sumber sejarah resmi yang ada di candi atau berbagai dokumen sejarah tidak diketemukan adanya cerita panji. Cerita Panji dalam hal ini meniru kisah kisah kesaktian Ken Arok untuk membangun legitimasi kekuasaannya.

  1. 2.     Unsur Pendukung dan Struktur Pertunjukan
Dalam penyajiannya pertunjukan wayang topeng didukung oleh :
1. Ki dalang
Merupakan unsur utama yang menentukan keberhasilan pertunjukan.
Tugas dalang adalah sebagai berikut :
Ø menyampaikan cerita atau lakon baik melalui tembang maupun kata- kata ( narasi )
Ø melakukan dialog antara tokoh satu dengan tokoh yang lain
Ø pengatur irama gending dan irama tari
2. Anak wayang
Adalah para aktor yang memerankan tokoh dalam cerita / lakon. Anak wayang merupakan 1 (satu) tim yang dituntut untuk mahir menari topeng. Dalam setiap lakon , tokoh yang diperankan antara 30 – 35 tokoh, namun jumlah anak wayang cukup 15 – 20 orang saja, karena diantara mereka ada yang memerankan lebih dari 1 tokoh.
3. Panjak
Adalah pemukul gamelan yang mengiringi pergelaran wayang topeng. Pada perkembangannya panjak disebut juga dengan niyaga / wiyaga, pengrawit/ pradangga, sedangkan di Sunda disebut nayaga. Panjak harus menguasai gending-gending Malangan. Jumlah panjak pada pergelaran wayang topeng antara 10 – 15 orang.
4. Punakawan
Punakawan artinya sahabat / teman yang mempunyai sifat arif / bijaksana. Kedudukannya sebagai abdi, yang mengabdi pada satria yang membela kebenaran. Pada wayang topeng punakawan yang ditampilkan adalah Semar dan Bagong yang mengabdi pada Raden Panji Asmara Bangun. Selain dua punakawan tadi ada juga punakawan yang bernama Patrajaya yang mengabdi pada Raden Gunung Sari.


Struktur Pertunjukan
Konsep pemanggungan / pementasan Wayang Topeng Malang adalah sebagai berikut :
  1. Musik Pembukaan
  2. Tari Pembukaan ( beskalan atau Srimpi )
  3. Adegan Kerajaan Jawa ( Kediri, Jenggala, Singasari dan Urawan )
  4. Grebeg Jawa ( Prajurit dalam perjalanan )
  5. Adegan Kerajaan Sabrang ( Cemara Sewu, Rencang Kencana dll. )
  6. Grebeg Sabrang
  7. Perang Grebeg / Perang Gagal
  8. Adegan Kerajaan ketiga atau Pertapaan
  9. Gunung Sari dan Patrajaya
  10. Adegan Kerajaan Jawa
  11. Adegan Kerajaan Sabrang dilanjutkan Peperangan Besar
Penutup
  1. 3.     Perkembangan
Penjelasan sebelumnya tentang kemunculan Wayang Topeng Malang di atas, telah mengantarkan kita untuk mengetahui awal kemunculan dari topeng. Sedangkan penggunaan topeng dalam pertunjukan wayang sendiri sebenarnya juga berkembang. Mengingat kemunculan topeng berasal dari kerajaan Gajayana yang terletak di sekitar Malang, dan juga wilayahnya yang berelief pegunungan. Seperti apa kaitannya, dijelaskan dalam kutipan di bawah ini.

“Wayang topeng Malang adalah sebuah kesenian kuno yang usianya lebih tua dari keberadaan Kota Apel ini. Itulah sebabnya, kesenian ini tak dapat dipisahkan dari perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa Timur. Kesenian ini kemudian terus berkembang pesat saat zaman Kerajaan Majapahit serta masa penyebaran Islam oleh para wali. Tak heran, beberapa dekade kemudian wayang topeng berkembang menjadi kesenian yang sangat populer di Malang. Bahkan, wayang topeng menjadi sebuah kesenian yang identik dengan Kota Malang. Kalau kita membaca sejarah, topeng selalu berkembang didaerah perkebunan. Pada masa kolonial, daerah daerah perkebunan oleh mandor mandor belanda didirikan kembali kelompok kelompok topeng. Kenapa? Sebab daerah perkebunan adalah daerah daerah yang tingkat ekonominya sangat rendah dan kurang hiburan. Kita dapat lihat sekarang pusat pusat perkembangan wayang topeng itu seperti di; Kromengan, Pakisaji, Tumpang, adalah daerah daerah perkebunan kopi waktu itu.”(www.liputan6.com)

            Selain faktor sejarah topeng dan bentuk wilayah, perkembangan Topeng Wayang yang bertahan dan identik dengan kota Malang ini juga dipengaruhi oleh pengangkatan cerita seperti yang dipaparkan pada poin (c) diatas. Cerita Panji diangkat dari kerajaan-kerajaan yang berkembang di sekitar Malang yaitu kerajaan Kediri, Jenggala, dan Singasari. Wayang topeng, dalam cerita panji memang sangat kental tentang perlawanan orang orang Jawa terhadap kekuatan asing yang hendak mencaplok tanah Jawa.

Degradasi Seni Asli Kota Malang
Selain terkenal dengan hawa udaranya yang sejuk, kota Malang juga dikenal memiliki beberapa kesenian dan pertunjukan yang khas, diantaranya Tari Beskalan, Tari Topeng Bapang, Wayang Topeng Malang, dan sebagainya. Namun, meski keberadaannya sudah cukup lama di tengah masyarakat kota Malang, gaung nya tak semeriah kesenian lain, misalnya Jaran Kepang atau Ludruk. Bahkan tak jarang, ada penduduk Malang sendiri yang tidak mengetahui keberadaan kesenian khas dari wilayahnya
Perkembangan kesenian di kota Malang memang tidak seperti di kota lain, misalnya Surabaya. Bahkan, bias dikatakan kesenian kota Malang kini sdang mengalami keterpurukan atau degradasi. Ditandai dengan sangat minimnya generasi muda kita yang mengenal dan mampu melesetarikan kesenian tersebut. Wayang Topeng Malang, menjadi salah satu kesenian yang keberadaannya sangat memprihatinkan. Kita, dan masyarakat pada umunya, tentu akan lebih mengenal Wayang Kulit atau Wayang Golek. Sangat sedikit masyarakat yang tahu mengenai seni pertunjukan ini. Para pelaku seni nya pun, didominasi oleh mereka yang sudah “berumur”. Sulit ditemui generasi mda yang mampu menguasai kesenian ini. Kekhawatiran akan musnahnya Wayang Topeng Malang pun muncul mengingat kondisi yang sedemikian rupanya. Aset Malang yang sangat berharga ini tentu akan sangat disayangkan jika harus musnah karena tidak adanya generasi penerus.

Faktor-faktor Penyebab Keterpurukan Wayang Topeng Malang
            Keadaan kesenian Wayang Topeng Malang yang kini mengalami keterpurukan tidak lepas dari faktor-faktor penyebab, baik yang bersifat intern maupun ekstern. Faktor-faktor tersebut diuraikan di bawah ini.
  1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang menyebabkan terpuruknya Sastra Pertunjukan Wayang Topeng Malang, ditinjau dari keutuhan dari dalam kesenian tersebut, diantaranya penggunaan atribut topeng, pengangkatan cerita Panji, nama dan karakter tokoh, tingkat kesulitan, permainan adegan, dan pemahaman karakter tokoh.
  1. 1.     Penggunaan atribut topeng
Topeng Malang memiliki ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan topeng dari wilayah lain. Di satu sisi, penggunaan topeng merupakan seuatu yang unik dan mengundang perhatian, sebab, untuk memainkan topeng dengan karakter yang tepat bukanlah perkara mudah. Peraga hanya mengandalkan gerakan anggota tubuh untuk mengekspresikan sesuatu. Ekspresi wajah topeng yang bersifat statis inilah yang bisa membuat para penontonnya jenuh. Bagaimanapun kondisinya, bentuk topeng juga tetap akan seperti itu. Marah, sedih, gundah, gelisah, bahagia, kasmaran, tetap ekspresi topeng tidak akan berubah.

  1. 2.     Pengangkatan cerita panji
Tidak seperti cerita Ramayana dan Mahabarata yang sudah dikenal dan diketahui banyak orang, cerita panji yang diangkat dalam pertunjukan ini tidak cukup banyak yang mengetahuinya. Hal ini memungkinkan penonton menjadi bingung dan tidak mengerti tentang cerita yang dimainkan oleh dalang.
  1. 3.     Nama dan karakter tokoh
Minimnya pengetahuan mengenai cerita yang diangkat, tentunya berpengaruh pula pada pemahaman tokoh yang ada di dalamnya. Topeng ini memerankan tokoh siapa, banyak yang masih belum mengerti.

  1. Tingkat Kesulitan
Kita tentu ingat kepada Mbah Karimoen(Almarhum), yang begitu lihai memerankan tokoh-tokoh dalam wayang topeng Malang. Namun, agaknya sampai saat ini kita masih belum bisa menemukan orang yang bias dan mampu menandingi kelihaian beliau. Hal ini membuktikan, betapa sulitnya untuk bisa memerankan tokoh dalam Wayang Topeng Malang ini. Kekuatan gerak anggota tubuh menjadi kunci utama untuk menggantikan mimic dan ekspresi wajah yang tertutup oleh topeng. Tentu, hal ini menjadikan orang akan pikir-pikir dulu untuk mempelajari kesenian ini.

  1. Pemahaman Karakter Tokoh
Berkaitan dengan pemilihan cerita Panji dalam adegan dan ceritanya, tentu akan berpengaruh pula pada pemahaman karakter tokoh. Bila dibandingkan dengan cerita wayang biasa yang mengangkat cerita Ramayana atau Mahabarata, tentu pamor dari cerita Panji ini jauh tertinggal. Mungkin orang akan lebih paham dan mengerti tentang karakter tokoh Bima atau Werkudara(salah satu tokoh Pandawa-Mahabarata) yang terkenal gagah, brangasan, dan sedikit emosional. Sebaliknya, orang akan bertanya-tanya dan mungkin bahkan tidak tahu tentang karakter Bapang Jaya Sentika(salah satu tokoh cerita Panji Malangan).

  1. Faktor Ekstern
Faktor intern adalah faktor yang menyebabkan terpuruknya Sastra Pertunjukan Wayang Topeng Malang, ditinjau dari keutuhan dari luar kesenian tersebut, diantaranya minimnya regenerasi, egoisme seniman, kurangnya perhatian pemerintah, kurang profit sebagai prospek kerja, dan minimnya animo masyarakat.

  1. 1.     Minim regenerasi
Sampai saat ini, Wayang Topeng Malang masih didominasi oleh para seniman yang sudah “berumur”. Jarang sekali dijumpai adanya peminat kesenian ini dari kawula muda. Hal ini tentu sangat disayangkan.

  1. 2.     Egoisme kaum seniman Malang
Beberapa pengamat kesenian dan pertunjukan menilai, bahwa bebrapa seniman di Malang memiliki egoisme yang tinggi. Antar Nusa, salah satu pengamat seni pertunjukan yang juga merupakan seorang guru seni mengungkapkan, kesenian di Malang tertinggal jauh dibandingkan kesenian dari daerah lain. Contohnya, apabila seorang seniman Malang membuat sebuah karya seni maka ia hanya akan mengajarkannya pada kalangan tertentu saja. Mereka terlalu idealis dengan apa yang mereka ciptakan. Mungkin bisa dikatakan, para seniman Malang ini “pelit” untuk membagi ilmu. Apa yang mereka punyai hanya diajarkan sebatas lingkungan mereka saja. Maka, tak mengherankan jika perkembangan kesenian di Malang hanya nampak pada daerah-daerah tertentu saja, tidak merata di semua wilayah.
Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Surabaya. Apabila ada yang menciptakan suatu karya seni, misalnya saja tari,  mereka langsung merekam dalam bentuk kaset, melakukan workshop, dan menyebarknnya ke sanggar kesenian tanpa pandang bulu. Maka kesenian di kota Surabaya berkembang milau dari kalangan anak-anak sampai dewasa, dan juga rata di hampir semua wilayah.

  1. 3.     Besarnya anggaran dana
Untuk mementaskan sebuah karya pertunjukan, memang diperlukan dana yang tidak sedikit. Pertunjukan semacan ini sudah dikenal “mahal” karena biaya sewa kosrumnya yang mahal. Belum lagi biaya yang lain-lain. Hal ini juga terjadi pada Wayang Topeng Malang. Sesungguhnya, hal ini tak akan terasa berat apabila bersama-sama dipikul bersama pemerintah sebagai aparatur. Namun pertanyaannya, apakah pemerintah Malang sendiri menaruh perhatian pada Waang Topeng Malang? Jawabnya: masih diragukan.

1 komentar:

  1. Casino - Mapyro
    Information 파주 출장안마 and Reviews about 부산광역 출장샵 the Casino at O'Fallon Park in O'Fallon 광주광역 출장마사지 Park, including Realtime 구리 출장안마 Reviews, Photos, Menu, Contact Number and more. Rating: 강릉 출장안마 2.5 · ‎8 reviews

    BalasHapus